Polisi Disebut Teroris Sebenarnya di Poso, Ini Reaksi Polda Sulteng

Polisi Disebut Teroris Sebenarnya di Poso, Ini Reaksi Polda Sulteng
Satgas Tinombala lakukan pemeriksaaan kendaraan di Poso

NASIONAL (RA) -  Pernyataan Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Terorisme DPR RI Muhammad Syafii yang menyebut bahwa polisi adalah teroris yang sebenarnya di Poso, dan Santoso tidak dianggap sebagai teroris, sangat melukai perasaan aparat kepolisian yang sedang bertugas di daerah itu.

"Kami sangat menyesalkan pernyataan seperti itu. Polisi ada di Poso karena perintah negara dan menjalankan amanat undang-undang," kata Kepala Bidang Humas Polda Sulteng AKBP Hari Suprapto, Rabu (27/07/2016).

Polisi di Poso, kata Hari, merupakan representasi negara sehingga tidak mungkin polisi menyakiti masyarakat yang tidak bersalah.

"Jadi kalau pak Muhammad Syafii menyebut bahwa polisi-lah teroris yang sebenarnya di Poso, ini sangat melukai perasaan ribuan polisi yang bertugas di sana," kata Hari.

Muhammad Syafii dalam sebuah pernyatannya di sebuah media lokal Palu menyebutkan, bahwa setelah meninggalnya Amir Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso, suasana di Poso, sangat aman, tenteram dan tidak ada persoalan. Itu karena polisi tak lagi di sana dan masyarakat di Poso tidak menganggap kelompok Santoso sebagai teroris.

Bagi masyarakat Poso, kata Syafii, teror sebenarnya datang dari aparat kepolisian sebab masyarakat di sana menyimpan dendam yang luar biasa kepada polisi akibat banyaknya aparat yang melakukan pelanggaran HAM berat.

Syafii juga menyebut bahwa jenazah Santoso disambut oleh ribuan orang dari berbagai kalangan di Poso bahkan mereka membawa tulisan selamat datang syuhada sementara di sisi lain, mereka menginginkan agar aparat kepolisian angkat kaki dari kota mereka.

Hari Suprapto membantah pernyataan-pernyataan Muhammad Syafii bahwa warga Poso tidak menginginkan polisi hadir di sana dan masyarakat menyimpan dendam pada polisi, padahal sebaliknya, masyarakat sangat senang dengan kehadiran polisi karena mereka merasa lebih aman dan tenteram untuk beraktivitas sehari-hari.

Ia juga membantah ada ribuan warga orang menyambut jenazah Santoso di Poso Pesisir dan membawa spanduk bertuliskan "selamat datang syuhada. Yang benar adalah warga yang menyambut itu hanya sekitar 150-an orang. Itupun kebanyakan mereka yang penasaran ingin melihat Santoso dan mereka yang merasa terancam bila tidak hadir di penguburan serta sebagian lagi petugas yang berpakaian preman.

"Warga yang betul-betul simpatisan Santoso yang hadir saat pemakaman paling-paling sekitar 50-an orang," ujarnya.

"Spanduk bertuliskan selamat datang syuhada juga hanya ada satu yang diletakkan di kuburan," kata Hari Suprapto.

Hari berharap semua pihak melihat dan memahami secara komprehensif persoalan di Poso sebelum memberikan pernyataan agar upaya-upaya bersama seluruh aparat keamanan dengan masyarakat untuk memelihara situasi Poso yang aman dan tenteram serta toleran akan sesegara mungkin mencapai hasil yang diinginkan.

Juru bicara Operasi Tinombala Poso itu juga mengharapkan peran serta media untuk memberitakan hal-hal yang konstruktif mengenai kehadiran aparat Polri dan TNI untuk menumpas gerakan terorisme di Poso.

"Saya kira, wartawan dengan kebebasannya yang dilindungi UU dan kode etik jurnalistik memiliki tugas serta tanggung jawab yang sama dengan polisi dan aparat negara lainnya yakni melindungi kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara sehingga terorisme dan pelaku teror seyogianya menjadi musuh bersama," ujarnya. (rimanews)

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index