Sinyal eksekusi mati raja ekstasi dan ratu heroin kian dekat

Sinyal eksekusi mati raja ekstasi dan ratu heroin kian dekat
Ilustrasi Hukuman Mati.
NASIONAL (RA) - Satu terpidana mati kasus narkoba, Merry Utami dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Besi Pulau Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah, Minggu (24/7) pagi. Merry dipindahkan dari Lapas Tangerang, Banten dan tiba di Dermaga Wijayapura Cilacap sekitar pukul 04.30 WIB. 
 
Merry Utami dipindah menggunakan mobil Transpas tiba di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Minggu, pukul 04.30 WIB, dengan pengawalan personel Brimob. Koordinator Lapas Nusakambangan, Abdul Aris mengatakan Merry langsung ditempatkan di Lapas Besi setibanya di pulau penjara tersebut.
 
"Iya, dipindah ke (Pulau) Nusakambangan, Lapas Besi. Di situ ada yang kosong, satu (sel)," ujar Abdul, Minggu (24/7).
 
Merry Utami ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin. Pada Tahun 2003, ratu heroin itu diganjar vonis mati di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten.
 
Dipindahnya Merry menjelang waktu eksekusi mati gelombang ketiga. Namun saat dikonfirmasi mengenai keterkaitan pemindahan Merry dengan makin dekatnya waktu eksekusi mati tahap tiga yang rencananya akan dilaksanakan di Pulau Nusakambangan, Abdul mengaku tidak mengetahuinya.
 
"Kalau itu (soal eksekusi) saya tidak tahu. Karena yang menyiapkan Kejaksaan, Brimob, Kepolisian. Kita kan hanya ketempatan saja, menerima saja. Yang menyiapkan itu kan Kejaksaan bukan kita," ujar dia.
 
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, pelaksanaan eksekusi mati dijadwalkan akan dilakukan usai Hari Raya Idul Fitri. Jadwal ini merupakan hasil penundaan dari jadwal sebelumnya yang rencananya akan dilaksanakan eksekusi mati tahap III sebelum bulan Ramadan.
 
Menurut Prasetyo, selama ini eksekusi mati kerap tertunda lantaran memprioritaskan anggaran untuk sektor ekonomi. Selain materi, tertundanya eksekusi mati gelombang tiga salah satunya menunggu hasil peninjauan kembali (PK) raja ekstasi, Freddy Budiman.
 
"Iya kalau (PK) sudah selesai alhamdulillah kita akan sertakan sekalian," kata Prasetyo.
 
Isyarat Freddy dihukum mati semakin menguat setelah Mahkamah Agung (MA) menolak pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terpidana narkoba tersebut. Surat penolakan PK Freddy diputuskan pada Rabu (20/7) yang tertera dengan nomor register 145 PK/Pid.Sus/2016 dengan ketua Hakim Andi Samsan Nganro, dan beranggotakan Hakim Salman Luthan, dan Hakim H Satipudin.
 
"PK terpidana tidak memenuhi ketentuan pasal 263 ayat 2 dan 3 KUHAP, maka harus ditolak," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur saat dikonfirmasi merdeka.com, Jumat (22/7).
 
Menurut Ridwan, novum (bukti baru) tidak dapat dibenarkan sebab membandingkan pidana yang dijatuhkan terhadap terpidana dengan terpidana lain bukan merupakan fakta dan keadaan baru. Selain itu, alasan PK Freddy Budiman ditolak karena adanya putusan yang saling bertentangan dengan cara membandingkan pidana yang dijatuhkan terhadap terpidana lain.
 
"Masing-masing terpidana punya peran dan tanggung jawab yang berbeda. Untuk Freddy Budiman peran dan tanggung jawabnya telah dipertimbangkan dengan benar dalam putusan JF dan JJ," ujar Ridwan.
 
Namun, Ridwan enggan berkomentar saat disinggung kemungkinan Freddy akan kembali mengajukan PK mengingat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan pasal 268 ayat 3 KUHP yang mengatur peninjauan kembali. Aturan itu menyebut putusan PK tidak bisa diajukan berkali-kali.(merdeka.com)
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index