Opini Aktual

Antara Pejabat dan Penjahat

Antara Pejabat dan Penjahat
Riki Rahmat S I Kom

Oleh: Riki Rahmat

SEORANG pemulung menangis di rumah reok yang berada di pinggiran kota ini, anak sulungnya sakit, sementara uang untuk berobat tidak cukup, sehingga 'keluarga besar tapi kecil' ini mengadu pada air mata. Sekelompok pejabat pemerintahan tengah asyk mengobrol di sebuah restoran mewah di kota ini, sesekali mereka tampak cekikikan karena canda yang dipaparkan satu sama lain, bercanda dengan riang sambil menikmati menu restoran yang ada.

Kesenjangan sosial sangat jelas terjadi di sebuah kota berkembang. Mereka yang susah akan selalu menjadi susah dan dipersulit, sementara mereka yang 'ber-uang' dengan mudah memperbanyak uangnya untuk senang-senang ke sana-sini, kalau mengurus apa saja menjadi senang karena uangnya kan banyak, coba masyarakat kecil datang ke unit pelayanan pemerintahan, antri, dimaki, diminta bikin ini itu, akhirnya pulang lagi, terik matahari siang itu yang menjadi saksi kecamuk hati rakyat miskin itu sepulang mengurus surat untuk memperoleh jatah beras miskin.

Siapa yang berani merubah hal buruk seperti ini, siapa yang bisa memperhatikan orang kecil yang tidak merasakan pembangunan kota yang semakin berkembang ini. Pembangunan yang katanya untuk masyarakat tapi masyarakat yang mana, masih banyak tuh masyarakat yang punya kartu identitas kota ini tidak bisa merasakan fasilitas yang disediakan. Sedangkan pendatang yang beruang, dengan santai menikmati fasilitas kota yang ada, iya sich, tuan rumah yang baik adalah tuan rumah yang melayani tamunya dengan baik.

Dari penelusuran dimana-mana, tak pernah orang susah dilayani dengan penuh rasa, tak pernah orang yang membawa surat keterangan miskin di sebuah rumah sakit diberikan pelayanan selayaknya orang yang membawa mobil mewah, perbedaan itu sangat jelas terasa di saat sekarang ini, masyarakat kecil dikucil sedangkan masyarakat yang bernama disanjung dan dipuja.

Ditinjau lagi dari segi kondisi pemerintahan sekarang ini, jangan coba-coba membuka suatu usaha kalau tidak ada bekingan kuat, tak cukup dibeking semangat berusaha untuk merubah hidup dan do'a kepada Sang Pencipta saja, tapi harus ada yang menjamin keamanan tempat usaha itu dari panglima bernama. Tak jarang dalam hal ini oknum pemerintahan yang bermain. Lihat pemberitaan media di daerah ini, berapa banyak oknum pemerintahan yang terlibat dalam perbuatan keji itu, menjadikan tempat usaha sebagai lahan untuk mengumpulkan rupiah dan menjadi tambahan diluar dari gajinya sebagai pegawai. Lain lagi yang dilakukan pemerintahan yang lebih tinggi dari itu, mereka membuat kebijakan yang tidak memihak kepada masyarakat, sehingga terjadilah kota yang tak lagi kondusif, payah mencari pekerjaan, payah mencari makan, berkembanglah perampokan dan kriminal yang bertemengkan rasa jenuh dari masyarakat ini terhadap kondisi kota.

Apa bedanya antara yang meminta setoran setiap bulan ke tempat usaha dengan orang yang memakai topeng dan merampas tas seorang wanita yang mengendarai sepeda motor melintas di malam hari sepulang dari kerja. Kalau begitu, apa bedanya pejabat dengan penjahat? Bukankan meminta setoran dan membuat kebijakan yang memberatkan masyarakat itu tak jauhnya seperti menindas masyarakat lemah, baik itu lemah pendidikan karena biaya pendidikan mahal, maupun lemah dalam fisiknya karena terjangkit penyakit yang tumbuh kembang di badannya yang selalu bermain di tempat kumuh, untuk berobat padahal susah. Mungkin lebih mulia seorang perampok, karena merampasnya hanya kepada mereka yang besar, bukan orang kecil pinggiran yang tak ber-uang.

Kedepan, mari kita tinjau lagi hai masyarakat yang merasa tak merasakan pembangunan kota ini, mari kenali pemimpin kita yang tak enggan menjabat tangan kumuh kita yang habis berkebun memegang pupuk dari kotoran ayam atau tangan-tangan anak pengemis serta pemulung, mari lihat pejabat yang tak canggung makan bersama di gubuk kita yang berlaukkan air mata, mari kita pilih pejabat yang sibuk mengurusi masyarakat kecil bukan tunduk kepada yang berharta saja, mari kita cari pemimpin yang dekat dengan Allah dan suka membesarkan masjid, mari kita cari pemimpin yang menjadikan ustad sebagai lentera untuk menuntun jalannya. Jika pemimpin seperti ini kita dapat, maka pembangunan di daerah kita tercinta ini tak akan diberikan kepada orang besar saja, namun orang kecil pinggiran bakal merasakan juga. Kalau kita dapatkan pemimpin yang mau berkumpul dengan masyarakat kecil, makan, tidur serta berbincang-bincang dengan keramahtamahannya, maka itulah tanda pemimpin yang tak lupa diri. Ketahuilah, jika ingin besar, maka bergaullah dengan orang kecil, ini perlu agar kita tak lupa diri, angkuh dan sombong. ***

Penulis adalah masyarakat Provinsi Riau

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index