Cerita di balik bebasnya 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf

Cerita di balik bebasnya 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf
10 WNI yang dibebaskan Abu Sayyaf.
NASIONAL (RA) - Kemarin, menjadi hari yang melegakan bagi keluarga 10 WNI yang disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf. Sebab, anggota keluarga mereka akhirnya bebas dan telah dipulangkan ke tanah air. Cerita pembebasan 10 WNI ini menyimpan cerita menarik.
 
Mulai dari cerita 10 WNI yang diantar orang misterius ke rumah gubernur Sulu, proses pemulangan mereka, dan bentuk luapan kegembiraan keluarga-keluarga WNI di tanah air, hingga cerita tim pembebasan dan cara yang dilakukan untuk membebaskan 10 WNI yang sudah disandera lebih dari 1 bulan itu.
 
10 ABK Warga Negara Indonesia (WNI) telah dibebaskan kelompok Abu Sayyaf pada Minggu siang kemarin. Seorang yang tidak diketahui secara misterius meninggalkan mereka di depan rumah Gubernur Sulu, Abdusakur Tan. Polisi wilayah Provinsi Sulu, Wilfredo Cayat mengonfirmasi perihal pembebasan ini karena mendapat laporan dari Gubernur Sulu.
 
"Kita infokan ada seorang tidak diketahui menaruh 10 WNI di depan rumah dari Gubernur Sulu (Abdusakur) Toto Tan (II). Mereka langsung dibawa ke dalam rumah dan gubernur langsung menelepon saya," kata Cayat, seperti dikutip dari laman the Star, Minggu (5/1).
 
Selama berada di rumah dinas gubernur, sepuluh sandera tersebut nampak sehat. Mereka dilayani dengan baik oleh Pemerintah Sulu. Usai dijamu makan siang, 10 sandera diarahkan menuju Zamboanga, lalu dibawa ke Balikpapan untuk kemudian dipulangkan ke Indonesia. Mereka pun diterbangkan ke Indonesia dengan menggunakan pesawat jet berlogo Victory news pada pukul 21.30 WIB dan tiba sekitar pukul 23.28 di Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur.
 
Ternyata, informasi pembebasan 10 WNI ini telah sampai di tanah air. Keluarga masing-masing WNI pun meluapkan ekspresi kegembiraan yang berbeda-beda. Semisal, Keluarga Bayu Oktavianto, salah satu sandera kelompok Abu Sayyaf yang dibebaskan, menggelar acara doa bersama, zikir dan salat hajat, Minggu (1/4).
 
Acara tersebut dilakukan oleh keluarga dan ratusan warga di kediaman orangtua Bayu, Sutomo di Dukuh Miliran, Desa Mendak, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten. Sutomo, ayah kandung Bayu mengatakan, doa dan zikir tersebut sebagai wujud syukur kepada Allah SWT atas kemudahan yang telah diberikan.
 
Berbeda dengan keluarga Bayu, Nenek salah satu sandera, Surianto, terlihat datang ke Base Ops Lanud Halim Perdana Kusuma, untuk melihat kondisi dan menjemput cucunya itu. Sayangnya, usai tiba di lokasi, Maemunah justru tidak diperbolehkan masuk. Dia malah diarahkan petugas untuk datang ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, karena Surianto akan menjalani tes kesehatan di sana.
 
Yang lebih menarik adalah bagaimana 10 WNI ini bisa dibebaskan oleh militan Abu Sayyaf? Koordinator Fungsi Politik KBRI Manila Eddy Mulya mengatakan pembebasan ini sama sekali tidak menggunakan uang tebusan, melainkan melalui jalan negosiasi. Ada banyak pihak yang terlibat dalam proses negosiasi ini. Sebut saja, pihak diplomat dari KBRI, TNI, LSM, hingga otoritas Filipina.
 
"Iya ini full negosiasi. Di KBRI ada unsur diplomat sama unsur TNI, kita libatkan semua. Jadi ini kerja tim semuanya. Tapi, saya masuk di tengah-tengah (proses negosiasi), tidak dari awal," kata Eddy di Lanud Halim Perdanakusuma, Senin (2/5).
 
Proses negosiasi ini berlangsung selama satu minggu. Ternyata, dalam membebaskan sandera, Eddy dibantu tim Baidowi dari yayasan Sukma. Eddy mengklaim pihaknya dan tim Baidowi telah lama mengenal kawasan itu dan kelompok Abu Sayyaf. Negosiasi pun dilakukan dengan pendekatan pendidikan yang jauh sebelumnya sudah ada kerja sama pendidikan antara Yayasan Sukma dan pemerintah otonomi Moro Selatan.
 
Selain itu, pihak Eddy dan tim Baidowi juga melakukan riset soal terorisme di Filipina sejak 2012 lalu. Tim ini berperan dalam memberikan bantuan pendidikan dan beasiswa di wilayah Filipina. Tim Baidowi pun mengirimkan proposal pembebasan sandera kepada KBRI Manila. 
 
Bermodal pengetahuan soal perkembangan dan seluk beluk kelompok Abu Sayyaf ternyata membantu tim negosiator dalam upaya pembebasan. Bahkan, Eddy mengibaratkan kelompok militan ini hanya sekadar anak nakal dalam satu keluarga, sehingga tim negosiator hanya harus berkomunikasi dengan orang yang dituakan dalam keluarga itu.
 
"Intinya, ini kan ada anak nakal dalam satu keluarga. Kan ada anak nakal, nah bagaimana kita komunikasi dengan itu. Kemudian ada yang dituakan, dihormatin. Nah semuanya itu, saya hanya tindak lanjutin," terangnya.(merdeka.com)
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index