4 Alasan Filipina Harus Izinkan TNI Bebaskan Sandera

4 Alasan Filipina Harus Izinkan TNI Bebaskan Sandera
tni

NASIONAL (RA) -  Kondisi ke-22 sandera mancanegara, 14 di antaranya Warga Negara Indonesia (WNI) semakin kritis. Apalagi, setelah militer Filipina menemukan jasad satu sandera berkewarganegaraan Kanada tewas dengan leher terputus.

Pemerintah RI terus berusaha mendekati Filipina. TNI juga masih bersiaga di sekitar Tarakan, Kalimantan Utara yang setiap saat digerakkan untuk masuk ke Filipina.

Jika tak segera di atasi, pemerintah meyakini perairan yang berada di perbatasan tiga negara itu bakal menjadi New Somalia. Sebuah lokasi yang rawan dengan perompakan, dan pembajakan.

Berikut beberapa alasan mengapa Filipina harus izinkan TNI membebaskan sandera:

Sandera asal Kanada tewas dipenggal

Militan Abu Sayyaf menepati ancaman yang mereka sebar sejak pekan lalu untuk mulai mengeksekusi tiga sandera asing dan satu tawanan asli Filipina.

Korban pertama adalah John Ridsdel (68) asal Kanada. Tentara Filipina menemukan kepala pria ini di salah satu pulau kosong kawasan Jolo. Penemuan itu terjadi lima jam setelah tenggat pembayaran tebusan lewat.

BBC melaporkan, Selasa (26/4), Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengecam eksekusi Abu Sayyaf. "Aksi brutal yang dilakukan kelompok teroris itu adalah pembunuhan berdarah dingin," kata Trudeau.

Pemerintah Kanada, ketika era PM Stephen Harper, tidak menggubris tuntutan Abu Sayyaf. Ridsdel diculik Abu Sayyaf sejak September 2015. Dia termasuk rombongan orang yang disekap dari penginapan di Pulau Samal, Davao del Norte. Ridsdel dulunya adalah mantan petinggi perusahaan tambang di Kanada.

Selain Ridsdel, masih ada satu lagi warga Kanada lainnya Robert Hall (50) yang belum diketahui nasibnya. Pacar Hall, perempuan asli Filipina ikut ditawan, begitu pula warga negara Norwegia Kjartan Sekkingstad selaku manajer penginapan. Merujuk video Abu Sayyaf dilansir pekan lalu, empat orang itulah yang jadi prioritas awal hendak dihabisi karena tebusan tak kunjung dibayar.

Dikhawatirkan jadi The New Somalia

Menko Polhukam Luhut Pandjaitan menyatakan dalam waktu dekat pemerintah Indonesia akan menjalin koordinasi dengan Malaysia dan Filipina untuk mencegah aksi perompakan yang sering terjadi di jalur perdagangan ketiga negara tersebut.

Koordinasi mencegah aksi perompakan tersebut berupa patroli militer gabungan di perairan Malaysia, Filipina dan Indonesia.

"3 Mei akan ada pertemuan antara petinggi militer Filipina, Malaysia di Jakarta. Agendanya yaitu kemungkinan patroli gabungan di area tersebut," kata Luhut di Kantornya, Kamis (21/4).

Luhut menjelaskan patroli gabungan tersebut dilakukan untuk mencegah kawasan tersebut marak perompakan seperti yang terjadi di Somalia.

"Kita tidak ingin area ini menjadi The New Somalia," tegas Luhut.

Wakil Gubernur Kalimantan Utara Udin Hianggio mengaku akibat aksi penyanderaan oleh Kelompok Bersenjata Abu Sayyaf Filipina sangat mempengaruhi kondisi keamanan dan kenyamanan perairan perbatasan di Kalimantan Utara. Terutama pada kondisi perekonomian jalur laut.

"Kasus penyanderaan yang terus dilakukan Kelompok Abu Sayyaf akhir-akhir ini mempengaruhi perairan Kaltara menjadi tidak aman dan tidak nyaman bagi perusahaan pelayaran ekonomi," kata Udin, kepada Antara, Selasa (19/4).

4 WNI disandera lagi

Penculikan anak buah kapal asal Indonesia di perairan Filipina kembali terjadi. Dalam insiden terkini, empat anak buah kapal berstatus WNI disandera kelompok diduga Abu Sayyaf. Kejadian ini dibenarkan oleh Kementerian Luar Negeri melalui pesan singkat kepada merdeka.com, Sabtu (16/4) dini hari.

"Benar (ada penyanderaan)," ujar Lalu Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI).

Dikonfirmasi terpisah, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir mengatakan dua kapal yang dirompak itu berbendera Indonesia membawa 10 ABK asal Tanah Air.

"Hari Jumat (15/6) pukul 18.31 telah terjadi pembajakan kapal berbendera Indonesia, yaitu kapal tunda TB Henry dan Kapal Tongkang Cristi di perairan perbatasan Malaysia-Filipina. Kapal tersebut dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina menuju Tarakan. Kapal membawa 10 orang ABK WNI," seru pria akrab disapa Tata ini.

14 WNI sandera Abu Sayyaf bukan prioritas Filipina

Upaya diplomatik terus dilakukan oleh Indonesia kepada Filipina, Tentara Nasional Indonesia (TNI) pun hingga kini masih belum bisa memasuki wilayah Filipina guna membantu membebaskan para sandera. Sebab, Filipina belum mengizinkan Indonesia ikut membantu dengan alasan kedaulatan negara. Para keluarga korban sandera turut menanti nasib keluarga mereka.

Lebih ironi lagi, ketika sikap Filipina dinilai tak jelas. Di satu sisi, ingin menyelamatkan nyawa para tawanan Abu Sayyaf, tapi di sisi lain tidak ingin melakukan penyerangan.

Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, keputusan Filipina untuk tidak menyerang Abu Sayyaf dengan kekuatan militer bertujuan agar keselamatan para sandera bisa dijaga dan tidak menimbulkan korban jiwa.

"Filipina sendiri sangat kooperatif. Oleh karena itu, pemerintah Filipina tidak merencanakan juga serangan, takut korban banyak. Kita minta itu jangan di daerah-daerah yang diperkirakan sandera itu berada," ujar Jusuf Kalla di kantornya, Jakarta, Rabu (20/5). (merdeka.com)

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index