Kejaksaan diobok-obok KPK, kinerja Jaksa Agung jadi sorotan

Kejaksaan diobok-obok KPK, kinerja Jaksa Agung jadi sorotan
ilustrasi

NASIONAL (RA) -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang biasa melakukan sejumlah Operasi Tangkap Tangan (OTT) saat mengungkap kasus korupsi. Penyadapan, salah satu cara yang diandalkan KPK untuk mengungkap praktik suap yang dilakukan oleh pejabat negara.

Belum selesai operasi penangkapan anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, KPK menangkap pengusaha PT Brantas Abipraya (Persero). Diduga, Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya (Persero) Sudi Wantoko (SWA), Senior Manager PT Brantas Abipraya (Persero) Dandung Pamularno (DPA) ingin menyuap pejabat Kajati DKI Jakarta untuk menghentikan kasus yang membelit PT Brantas.

KPK juga telah memeriksa Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Tomo Sitepu. Sayang hingga kini, belum ada pihak jaksa yang dijadikan tersangka oleh KPK. Padahal, tak mungkin pengusaha menyuap orang yang bukan jaksa untuk mengurus perkara di kejaksaan.

Tidak berselang lama, KPK kembali melakukan OTT. Kali ini sasarannya Deviyanti Rochaeni, seorang jaksa penuntut umum di Kejati Jawa Barat. Tak cuma Devi, KPK juga mengamankan seorang Jaksa bernama Fahri Nurmallo. Keduanya diduga menerima suap pengurusan perkara korupsi BPJS di Kabupaten Subang.

Dua hari lalu, Rabu (20/4), KPK kembali mengobok-obok Kejaksaan. Ruangan Sekretaris Panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution yang digeledah. Kasus ini diduga berkaitan dengan mengamankan sengketa perkara perdata dari salah satu anak perusahaan jaringan konglomerasi yang beralamat di Karawaci, Tangerang, dan Cikarang, Bekasi.

Tak hanya obok-obok PN Jakpus, KPK juga menggeledah ruang kerja sekretaris MA Nurhadi. Nurhadi diduga terlibat kasus yang sama seperti Edy Nasution yang telah ditangkap oleh KPK.

Rentetan penangkapan di Kejaksaan ini membuat citra Kejaksaan Agung tercoreng. Kinerja Jaksa Agung HM Prasetyo kemudian menjadi sorotan dalam memipin lembaga korps Adhyaksa itu.

 Anggota Komisi III DPR Daeng Muhammad kecewa dengan tertangkapnya beberapa jaksa di bawah asuhan Jaksa Agung HM Prasetyo dalam OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia mencurigai ada ketidakjelasan pengawasan internal kejaksaan yang dilakukan Jaksa Agung Prasetyo.

"Saya butuh lembaga hukum kita membangun kepercayaan masyarakat. Saya butuh ada konstruksi yang jelas yang dibangun di internal kejaksaan. Ini menjadi suatu peristiwa yang membuat jaksa agung yang lebih memperhatikan pengawasan dan pembinaan di internal," ujar Daeng dalam Rapat Kerja (Raker) komisi III DPR dengan Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/4).

Politikus PAN ini menegaskan, melontarkan kritik terkait hal itu merupakan bentuk pengawasan anggota dewan yang diatur konstitusi. Dia berharap, ada mekanisme pembinaan dan pengawasan internal yang diperkuat.

"Apakah pernah dilakukan audit dari eksternal dengan ini. Ini berkaitan dengan persoalan yang ada di internal jaksa agung bukan hanya OTT yang kemarin booming," tuturnya.

Menurut Daeng, seharusnya Kejagung menjadi lembaga penegak hukum yang lebih baik dari KPK yang bersifat ad hoc. "Okelah kita punya persoalan masa lalu, tidak sempurna, harapan saya Kejagung bisa percepat perbaikan internal. Apalagi 10 hari kemarin terjadi persoalan hukum di internal kejaksaan tinggi," pungkasnya.

Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo justru curhat di depan Komisi III DPR. Seolah membela anak buahnya, Prasetyo mengungkap sulitnya kehidupan Jaksa yang ditangkap KPK.

"Dia ditangkap saat membuat kue pengajian atau dijual, kasihan memang. Devy, ini jaksa pernah bertugas di Pontianak, kemudian juga Sumatera Selatan, Batu Raja, terakhir dipindahkan ke Bandung. Suaminya sopir," kata Prasetyo sambil sesenggukan dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/4).

Prasetyo mengaku sedih, sebab di saat pihaknya berupaya memperbaiki citra dan mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Kejagung, ternyata ada jaksa yang dicokok KPK. Dia menegaskan, hal ini akan menjadi evaluasi khusus bagi internalnya.

"Kami perlu sampaikan bahwa OTT Jaksa Jawa Barat ini, berawal dari satu kasus dugaan korupsi BPJS di lingkungan daerah kabupaten Subang. Di tengarai di situ bahwa bupatinya terlibat dalam kasus itu. Namun ada usaha bagaimana agar bupati dinyatakan tidak terlibat dengan kasus itu," tuturnya.

Kemudian nama kedua yang terjerat OTT lembaga antirasuah yaitu Jaksa yang baru pindah ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Fahri Nurmallo. Menurut Prasetyo, Fahri berasal di satu kampung bersamanya daerah Borneo.

"Anak ini baik. Saya coba telusuri track recordnya, dikenal jaksa yang baik. Tapi kembali lagi itu musibah, harus dihadapi," ungkapnya.

Prasetyo menambahkan, pihaknya percaya jika KPK memiliki alat bukti yang kuat. Selain itu, dia berharap KPK tetap bekerja secara objektif, proposional, dan professional.

"Namun ada pernyataan dari para jaksa yang bersangkutan bahwa uang itu sebenarnya uang pengganti yang akan diserahkan pada saat nanti proses pidana. Tapi keburu tercium oleh KPK kemudian melakukan OTT," pungkasnya. (merdeka.com)

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index