Ketokohan Syekh Ismail Bisa Dijadikan Obor Kehidupan Umat Islam di Rohul

Ketokohan Syekh Ismail Bisa Dijadikan Obor Kehidupan Umat Islam di Rohul
ilustrasi

PASIR PENGARAYAN (RA) - Ketokohan dan kesohoran serta pengabdian, Tamiin, gelar, Allah Yarham H. Syekh Ismail Al Kholidi An Anqsyabandi Hasibuan, mestinya bisa dijadikan sebagai obor kehidupan umat Islam di Negeri Seribu Suluk.

Dimana Tokoh tasauf lahir Pada Tahun 1809 Masa Kolonialisme Belanda, di Surau Gading Kecamatan Barumun Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, sewaktu beliau berumur 15 sampai 20 tahun, belajar mengaji Al Quran di kampungnya.

Setelah berumur 20 tahun beliau melanjutkan pendidikan, di bidang agama Islam, ke Negeri Kedah Malaysia,  di sana beliau mempelajari ilmu fiqih sekitar 5 tahun. Setelah pulang ke kampong halamannya beliau ilmu yang didapatnya kepada masyarakat setempat.

Tidak berapa lama di kampungnya, kemudian melanjutkan pendidikan ilmu tariqat Naqsyabandiyah di Kampung Koto Tuo Kumpulan-Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat.

Setelah beberap tahun di Kumpulan, mendalami ilmu tarikat, makrifat dan hakikat yang diajarkan Allah Yarham Maulana Syekh Ibrahim Alkholidi, maka beliaupun disuruh pulang kembali kekampungnya.

Di kampung halaman, Syekh Ismail, mengajarkan ilmu tariqat, sesuai yang diajarkan Syekh Ibrahim Alkholidi, bahkan Syekh Ismail mendapat mandat menjadi khalifah ke II dari Kumpulan-Bonjol untuk mengajarkan ilmu tariqot yang ditugaskan di daerah Rambah pada waktu itu.

Sesampainya, di Rambah, waktu itu pemerintah di bawah kewedanaan Rambah dengan penguasanya Raja Rambah, pertama kali membangun surau tempat mengajarkan Ilmu Tariqat di Langkitin dengan nama Suro Tinggi, jaraknya di Pasir Pangaraian sekitar 15 KM.

Di tempat tersebut, beliau mula-mula memberikan pengajian dan ilmu pelajaran ilmu tariqat, sekaligus bertawajuh di tempat suluk. Pada tahun 1897, Syekh Ismail berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, setelah sepulang dari Mekah, beliau diberi gelar H. Syekh Ismail.

Beberapa tahun di Kampung Langkitin, untuk mengembangkan agama dan ilmu tariqat sesuai perkembangan jamaah pada waktu, semakin hari kian bertambah, semnetara tempat yang ada tidak mungkin lagi diperluas dan dikembangkan.

Mengingat waktu itu, kolonial belanda terus berupaya menyingkirkan dan melakukan perlawan dengan murid-murid Syekh Ismail, jadi atas persetujuan gurunya dari Kumpulan-Bonjol dan hasil musyawah para jamaah, maka surau yang dibangun di Langkintin dipindahkan ke tempat yang baru, sekitar 5 KM dari Kota Ujungbatu.

Tempat pindahnya Surau Syekh Ismail itu, kampungnya bernama Surau Gading, tempat itu diberikan Raja Rambah, berukuran 5 KM persegi, untuk dijadikan perkampungan masyarakat serta penduduk yang merantau ke Surau Gading, termasuk hutan simpan serta tanah perladangan masyarakat.

Menurut data dari keturunan Syekh Ismail, Surau Gading itu dibangun pada Tahun 1929, setelah eksis melakukan kegiatan di surau, saat itu, di zaman penjajahan Jepang, beliau membangun pasar yang digunakan untuk transaksional jual-beli yang dinamakan Pasar Gading.

Menurut sejarah, alasan pembuatan nama pasar dan perkampung disebut Surau Gading, mengingat Syekh Ismail, berasal dari kampung Tapanuli Selatan nama desa beranama Gading, setelah mendirikan surau dan mengembangkan ajaran Islam di wilayah Rambah, besar suraunya sekitar 20x20 meter, bertingkat II, lantai bawah tempat jamaah untuk shalat dan lantai II tempat suluk dan tawajuh.

Semasa beliau mengajarkan ilmu tasauf, suraunya ramai dikunjungi jamaah terutama yang mengambil ilmu tariqat dan bersuluk. Di samping itu, pula beliau banyak membangun surau-surau tempat berkhalwat di daerah-daerah, Rambah, Tandun, Rokan, Kepenuhan, Kuntodarussalam, Siak.

H. Syekh Ibrahim, dipanggil Allah SWT, pada Tanggal 4 September 1948 atau 30 Syawal 1368 H, dengan usia sekitar 139 tahun, beliau meninggalkan 6 putra dan 5 putri.Cucu Syekh Ismail An-Naqsyabandiyah yakni Ade Irwan Hudayana gelar Tongku Mudo mengakui jika dilihat pengabdian dari kakeknya, sangat luar biasa.

"Kita berharap eksistensi Negeri Seribu Suluk ini tidak hanya sebagai slogan. Tapi teladan dan perjuangan para guru-guru besar tariqat di Rohul, mestinya bisa menjadi obor kehidupan bagi seluruh umat Islam Rohul ini," pungkasnya. (Humas)

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index