Mahasiswa di Riau Ancam Usir Presiden

Rabu, 26 November 2014

ilustrasi

RIAU (RA)- Mahasiswa mengecam sikap arogan pihak kepolisian yang mengakibatkan mahasiswa terluka. Mahasiswa mengancam akan mengusir Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Riau hari ini, Rabu (26/11/2014).

"Kawan, negara ini sedang tidak aman. Presiden kita wajahnya saja yang merakyat, tapi perbuatannya 'pembunuh rakyat'. Mungkin inilah produk Revolusi Mental tak berkonsep dari Jokowi, beda pendapat, pukul, zalimi, tindas. Maka, saya serukan suara perlawanan parlemen jalanan, usir Jokowi dari Riau," demikian disampaikan mahasiswa Riau Muhammad Yunus dalam pesan elektroniknya, Rabu pagi.

Dalam masengger tersebut, mahasiswa menyerukan agar masyarakat jangan mau ditindas. Maka, kepada seluruh mahasiswa di Riau diminta untuk bersatu melawan penindasan.

"Panggilan kepada seluruh mahasiswa se Riau. Kejadian yang menimpa mahasiswa di RRI pada Selasa kemarin yang mengakibatkan lebih dari 34 mahasiswa terluka, 6 diantaranya mengalami bocoran di kepala karena dipukul polisi saat aksi damai di RRI Pekanbaru, dan itu dilakukan polisi saat mereka selesai shalat Ashar," tuisnya.

Mahasiswa akan berkumpul di PKM UIN Suska Riau dan yang akan melakukan aksi hari ini hanya mahasiswa laki-laki saja, menimbang histerisnya mahasiswi saat kejadian pemukulan mahasiswa oleh polisi kemarin. "Bangkit melawan atau diam tertindas," serunya.

Aksi ini dikarenakan adanya mahasiswa gabungan dari Universitas Islam Riau dan Universitas Riau terluka diduga dipukuli aparat kepolisian setelah bentrok saat massa memaksa menentang izin demonstrasi yang diberikan Polres Kota Pekanbaru.

"Untuk saat ini yang terdata ada sepuluh orang mahasiswa terluka, beberapa sempat menjalani perawatan di Rumah Sakti Ibnu Sina," kata Presiden UIR Pirka Maulana.

Ia mengatakan, bentrokan terjadi saat massa selesai berorasi melalui siaran langsung di Radio Rebulik Indonesia (RRI) terkait kritikan untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kami dipukul mundur anggota polisi dengan tanpa alasan yang jelas," kata Prika Maulana.

Saat itu, lanjutnya, kepolisian juga sempat merampas alat pembesar suara yang digunakan untuk berorasi di RRI. Sementara menurut dia, pemukulan dilakukan anggota menggunakan tongkat rotan dan kayu hingga melukai sekitar sepuluh orang mahasiswa.

"Bahkan ada beberapa mahasiswa yang berlari ke dalam rumah ibadah di belakang kantor RRI juga dikejar dan dipukuli," katanya.

Salah seorang korban pemukulan Hotman dari Universitas Riau mengalami luka di bagian kepala belakang hingga harus dijahit.

"Saya dipukul saat lari ke dalam mushalla RRI. Ada beberapa kali dibukul terakhir mengenai kepala belakang hingga koyak," katanya.

Pada peristiwa itu, anggota kepolisian juga sempat merampas kamera beberapa reporter hingga melarang wartawan untuk melakukan peliputan.

Usai dibubarkan, sepuluh orang mahasiswa terluka dilarikan ke Rumah Sakit Ibnu Sina Pekanbaru yang berjarak sekitar 5 kilometer dari lokasi bentrok.       

Kapolresta Pekanbaru Kombes Robert Haryanto Watratan mengatakan, pihaknya terpaksa memukul mundur massa karena melawan arus rute unjuk rasa yang diizinkan.

"Mereka mengajukan pemberitahuan kalau akan melakukan aksi unjuk rasa secara damai di tiga titik. Di Gedung DPRD Riau, kemudian di depan Kantor Gubernur dan di Pasar Bawah. Tapi ternyata melawan arus dan sampai ke RRI," katanya.

Massa mahasiswa sengaja melawan arus sebagai upaya membajak RRI Pekanbaru yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman.

Terkait informasi itu, Kapolres mengaku belum mengetahuinya. "Yang jelas mereka tidak ada izin untuk berunjuk rasa atau menyampaikan orasi di RRI makanya dibubarkan," katanya.

Menurut Kapolresta, pembubaran yang dilakukan adalah untuk kebaikan bersama setelah massa sebenarnya menyalahi prosedur dalam menyampaikan pendapat di muka umum.

Menurut saksi mata yang juga mahasiswa Mizan, bahwa aksi brutal kepolisian tersebut berawal saat massa mahasiswa melakukan long march menuju RRI. Mahasiswa melakukan aksi penolakan terhadap pencabutan subsidi BBM yang dinilai hanyalah penindasan terhadap masyarakat kecil. Sekitar pukul 16.30 WIB, mahasiswa sampai di RRI kemudian kepolisian yang diketahui bernama Marpaung, dengan pasukannya menemui massa mahasiswa sambil menanyakan surat izin massa.

"Kami katakan ada izin, maka terjadi diskusi selama 3 menit. Kemudian HMI MPO langsung bergabung dengan massa BEM Unri sempat menyampaikan orasinya, dari aparat langsung menanyakan dengan lantang kalian mau pulang atau tetap disini," kata Mizan mencontohkan.

Polisi yang bernama Marpaung tersebut, kata Mizan, menarik pimpinan aksi dan memukul Ganjar Stiawan (Ketua Cabang HMI MPO). Inilah awal aksi brutal kepolisian memukul setiap mahasiswa dengan menggunakan pentungan secara membabi buta.

"Karena aparat beringas, mahasiswa mundur sampai dalam mushalla tapi terus diserang aparat bahkan pemukulan sampai dalam mushalla tempat kami berlindung terhadap massa aksi yang lagi shalat," terangnya.

 

Laporan : rls