Dua Tersangka Korupsi Dana Lampu Jalan Pekanbaru Praperadilankan Kejati

Rabu, 11 Oktober 2017

ilustrasi (int)

Riauaktual.com - Abdul Rahman dan Masdahuri, dua dari empat tersangka kasus dugaan korupsi proyek Pengadaan Lampu Penerangan Jalan Kota Pekanbaru mempraperadilankan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, terkait penetapan tersangka keduanya.

Keduanya menilai, penetapan status tersangka kepada kedua pemohon dinilai tidak sah dan tidak memiliki dua alat bukti yang cukup. "Yang mengajukan gugatan pra peradilankan tersebut atas nama pemohon Abdul Rahman dan Masdahuri, yang disidangkan pada hari Senin dan Selasa depan," kata Panmud Pidana Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Efrizal SH, Rabu (11/10/17).

Efrizal mengatakan, jadwal sidang perdana Abdul Rahman digelar pada Senin tanggal (16/10/17) pekan depan, yang dipimpin hakim tunggal Yudisilen SH. Sedangkan pemohon Masdahuri disidangkan pada hari Selasa (17/10/17) yang dipimpin hakim tunggal Riska Widiana SH,"sebutnya.

Untuk diketahui, sebelumnya tim penyidik Kejati Riau menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerangan lampu jalan Kota Pekanbaru. Keempat tersangka tersebut adalah, M selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), ABD dan MJ pihak swasta selaku broker proyek serta MHR, broker proyek yang juga penggiat LSM.

Perbuatan keempat tersangka ini telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,3 miliar, yang diduga melakukan praktik mark up dalam pengadaan barang. Berdasarkan atau sesuai hasil pendalaman alat bukti yang diperoleh. Tim penyidik menemukan modus penggunaan anggaran satu rekening kegiatan dan kemudian dilakukan pemecahan hingga Penunjukan Langsung (PL).

Penyidik mensinyalir proses kegiatan ini dikerjakan tidak dengan benar dan direkayasa. Selain itu, ditemukan 29 orang penyedia barang yang sudah ditentukan terlebih dahulu oleh PPK dan mereka hanya pinjam bendera dari perusahaan lain.

Pengadaan lampu jalan bersumber dari Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemerintah Provinsi Riau tahun 2016 sebesar Rp 6 miliar lebih. Anggaran itu diduga digelembungkan (mark -up) jauh dari harga sebenarnya. Akibat adanya mark-up tersebut, ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 1,3 Miliar. (nor)