Hebat! Tim Mahasiswa di Surabaya Bisa Bikin Pembuluh Darah Buatan

Selasa, 01 Agustus 2017

Tim dari Unair sukses menciptakan pembuluh darah buatan (Foto: Iffa Aulia Fiqrianti/UNAIR)

Riauaktual.com - Di tahun 2014, WHO menyatakan bahwa penyakit pembuluh darah dan jantung menduduki peringkat kedua sebagai penyebab kematian tertinggi di dunia, yaitu mencapai 46 persen. Sedangkan di Indonesia, keduanya menyebabkan 37 persen dari total kematian akibat penyakit tidak menular.

Salah satu penyakit yang perlu mendapatkan sorotan adalah atherosklerosis atau pengerasan pembuluh darah. Bila tidak tertangani, atherosklerosis dapat memicu kondisi yang lebih buruk seperti stroke, angina, dan penyakit jantung koroner.

Kondisi ini sebenarnya dapat diatasi dengan prosedur operasi bernama vascular bypass. Di Indonesia sendiri tercatat ada tiga juta prosedur vascular bypass tiap tahun yang menggunakan graft atau donor pembuluh darah.

"Dengan teknik bypass, pasien dibikinkan jalur baru mengitari sumbatan endapan darahnya, jadi darah akan bisa mengalir lewat jalur tersebut," terang Iffa Aulia Fiqrianti selaku ketua tim peneliti.

Sayangnya, empat jenis graft yang dipergunakan dalam prosedur ini dianggap kurang berkualitas. Pertama, graft dari tubuh pasien sendiri yang sudah terkontaminasi oleh atherosklerosis, yang sama artinya membuat tim dokter bekerja dua kali.

Sedangkan graft dari donor dan hewan perlahan mulai ditinggalkan karena keduanya rentan mengakibatkan reaksi penolakan dari tubuh pasien. "VG (vascular graft) sintetis yang terbuat dari Dacron sehingga rentan mengalami kalsifikasi (pengapuran, red) yang artinya sulit terurai di dalam tubuh," lanjut Iffa.

Kondisi ini kemudian mendorong Iffa dan timnya dari jurusan Teknobiomedik Universitas Airlangga Surabaya, antara lain Claudia Yolanda Savira, Muhammad Abdul Manaf, Fitria Renata Bella dan Nadia Rifqi Cahyani di bawah bimbingan Dr drg Prihartini Widiyanti, M.Kes., untuk mengembangkan alternatif graft atau pembuluh darah buatan dari bahan yang aman.

Meskipun sintetis, Iffa memastikan pembuluh darah buatannya dapat terurai dalam tubuh serta bersifat biodegradable.

Sebagaimana dikutip dari detikHealth, Iffa menjelaskan bahwa agar bisa terurai dalam tubuh, maka bahan yang dipergunakan untuk membuat graft ini adalah PLLA (poly-L lactic acid), kitosan dan kolagen.

PLLA disebut Iffa aman bagi tubuh karena akan terurai menjadi asam laktat yang dapat diserap tubuh. Sedangkan kombinasi antara kitosan dan kolagen dapat membantu perlekatan sel, sehingga ke depannya ketika graft terurai dan akan tergantikan oleh sel tubuh pasien sendiri.

"Kita membuat VG atau pembuluh darah buatan yang prinsipnya seperti "jembatan" untuk sel pembentuk pembuluh darah. Harapannya dalam jangka waktu lama, ketika VG tersebut terurai lama-lama akan tergantikan oleh sel-sel pembentuk pembuluh darah dari pasiennya sendiri," paparnya.

Diakui Iffa, apa yang dilakukan timnya sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam dunia teknologi medis, namun mereka mencoba mengembangkan graft alternatif yang dibuat dengan electrospinning.


Lantas bagaimana proses pembuatan pembuluh darah buatan ini? PLLA, kitosan, kolagen yang berbentuk serbuk dilarutkan kemudian dimasukkan ke alat elektrospinning yang kemudian akan menjadikannya fiber atau serat

"Prinsipnya dengan tegangan listrik tinggi, larutan itu akan tertarik ke kolektor, yang kemudian menguapkan pelarut lalu jadilah serat atau fiber," jelas Iffa.

Proses pembuatan graft ini sendiri hanya berlangsung beberapa bulan, yaitu dimulai sejak Maret 2017. Namun graft ini telah berhasil diujicobakan pada kelinci dan terbukti dapat diterima oleh tubuh hewan tersebut.

Tak hanya itu, inovasi ini juga mendapatkan respons positif dari salah satu dokter bedah di Surabaya, yaitu dr Herry Wibowo, SpB, M.Kes., yang berpraktik di RS Wijaya Wiyung. Menurutnya, graft ini memiliki potensi tinggi untuk digunakan dalam operasi karena sel endotel dapat tumbuh di permukaan rongga graft-nya, dengan begitu darah bisa mengalir dengan lancar dan mengurangi kemungkinan thrombosis (penggumpalan darah).

"Untuk tahap penerapan klinis tentu prosesnya masih panjang, tapi ini awal yang bagus," tutur dr Henry memberikan testimoninya.